EcoBALL

20/05/12

TIMBUKTU, Cahaya Islam Yang Telah Pudar

|


Timbuktu, pernah mendengar namanya? Sewaktu kecil dari komik-komik yang saya baca, nama Timbuktu digambarkan sebagai negeri di ujung dunia dengan suku primitifnya. Sehingga sampai sekarang, lekat  dalam benak saya bahwa Timbuktu itu merupakan negeri yang sangat terbelakang, kumuh, miskin dan bar-bar..
Timbuktu didirikan oleh suku Tuareg pada awal abad ke-10. Menurut etimologi populer, namanya dibuat dari tin dimana berarti tempat dan buktu, nama dari wanita tua Mali yang diketahui karena kelurusan hatinya dan yang suatu hari tinggal di daerah itu. Tuareg dan pengelana lainnya mempercayakan wanita ini barang yang mereka tidak digunakan saat kembali dari kunjungannya ke utara. Hingga, saat Tuareg kembali ke rumahnya, ia ditanya dimana ia meninggalkan barangnya, lalu ia menjawab: Saya meninggalkannya di Tin Buktu, Tin Buktu berarti tempat dimana seorang wanita yang bernama Buktu tinggal. 2 hubungan ini akhirnya bergabung menjadi 1 kata, dan memberikan kota ini nama Tinbuktu yang nantinya menjadi Timbuktu. Namun, orang Perancis yang bernama René Basset memberikan teori yang lebih masuk akal: pada bahasa Berber, "buqt" berarti ""sangat jauh", karena itu, "Tin-Buqt(u)" berarti tempat yang merupakan ujung dunia, karena itu orang menggambarkan dirinya pergi ke ujung dunia dengan pergi ke Timbuktu.

Masjid Djingarey Ber
Timbuktu merupakan nama sebuah kota di Mali, Afrika Barat. Sekarang, tak banyak yang bisa diceritakan dari kota yang tandus dan gersang di Afrika itu. Dunia saat ini mungkin hanya mengetahui keberadaan kota itu dari tiga bangunan masjid antik yaitu Djingarey Ber, Sankore, dan Sidi Yahia. Masjid Djingarey Ber  bahkan telah  menjadi cagar budaya dunia yang diakui UNESCO tahun 1998. Masjid terbesar di Timbuktu ini sangat unik karena dibangun dengan menggunakan material tanah lumpur. Dengan arsitektur khas lokal dan warna alamiah coklat lumpur. Masjid ini dibangun di masa kejayaan Timbuktu.

Masjid Sankore
Ternyata dulu... pada tahun 1.200 masehi, Timbuktu merupakan pusat peradaban Islam di Afrika Barat. Di sana, dahulu, pernah tersimpan puluhan ribu naskah, tulisan, atau pun transkrip berbagai ilmu pengetahuan. Bahkan, sampai sekarang kabarnya ribuan naskah kuno itu masih disimpan secara turun-temurun oleh penduduk setempat. Di masa kejayaannya, kota ini pernah memiliki sebuah pergurun tinggi dan madrasah ternama bernama Sankore.

Bahkan, kota ini pun pernah mnejadi pusat perdagangan yang ramai, hingga sebuah kebakaran hebat memusnahkan seluruh sisa-sisa peradaban yang ada di kota tersebut. Abad ke 15 dan 16 disebut-sebut sebagai masa keemasan Timbuktu. Musafir dari segala penjuru akan menyempatkan diri untuk singgah di kota ini, demi mendapatkan informasi-infiormasi dan pengetahuan baru dari kota tersebut.

Nama Timbuktu menyebar ke penjuru dunia melalui kisah perjalanan yang ditulis Hasan ibn Muhammed al-Wazzan al-Fasi alias Leo Africanus atau Joannes Leo Africanus. Ibnu Battuta juga pernah menyebut kota itu dalam catatan perjalanannya. Universitas Sankore yang saat ini masih berdiri di sana, dibangun pada tahun 1581 di atas kota kuno yang telah berdiri sejak abad 13-14. Kala itu, perguruan tinggi ini menjadi pusat pendidikan Islam, dengan kajian utama Al Quran, astronomi, logika, serta sejarah. Salah satu tokoh cendekia ternama yang hidup masa itu adalah Ahmad Baba.

Dari puluhan ribu naskah kuno peninggalan masa keemasan Timbuktu, yang terkenal adalah naskah sejarah Tarikh Al-Fetash yang dibuat Mahmoud Kati dari abad 16 dan naskah sejarah Sudan, Tarikh As-Sudan, yang ditulis oleh Abdurrahman As-Sadi pada abad 17. Kejayaan kota ini mulai memudar setelah para penjelajah dan pencari budak dari Portugis serta beberapa negara Eropa lainnya mendarat di Afrika Barat. Mereka menciptakan sebuah jalur alternatif melalui gurun pasir.

Kemerosotan kota ini semakin cepat setelah diinvasi oleh tentara kaum Morisco, atau kaum Muslim Spanyol dan Portugis yang telah berpindah agama menjadi Katolik saat era penaklukan Spanyol. Mereka menginvasi Timbuktu untuk kepentingan kesultanan Marokko pada tahun 1591.

Dari hasil penelusuran ini, saya jadi tahu bahwa Timbuktu merupakan negeri islam yang dulunya berperadaban tinggi dan pusat pusat pengetahuan. Jadi lupakan bahwa Timbuktu adalah bangsa primitif dan bar-bar...

Sekian dulu cerita tentang Timbuktu, tulisan ini dikutip dari wikipedia dan Republika.
TIMBUKTU, Cahaya Islam Yang Telah PudarSocialTwist Tell-a-Friend

0 komentar:

Posting Komentar